BNN Dinilai Licik Dengan Iming-imingi Petani untuk Mengganti Budidaya Kratom

Kategori Berita

BNN Dinilai Licik Dengan Iming-imingi Petani untuk Mengganti Budidaya Kratom

Kratom (Mitragyna Speciosa)
KAPUAS HULU, KapuasRayaNews.com - Ketua Koperasi Anugerah Bumi Hijau (KOPRABUH) Hayati Borneo Kabupaten Kapuas Hulu, Albertus Anton, menilai tentang perencanaan Badan Narkotika Nasional (BNN), untuk mengillegalkan Kratom (Mitragyna Speciosa), pada Tahun 2024 mendatang, dinilai  terstruktur.

"Selain terstruktur, saya juga menilai ini adalah suatu kelicikan BNN dalam mengemas dengan mengiming-imingi petani untuk mengganti budidaya kratom dengan budidaya tanaman lainnya," ungkap Anton, kepada media ini, Jumat (21/8/2020).

Menurut Anton, penilaiannya tersebut bukanlah tak berdasar. Dimana, langkah-langkah strategis yang sudah dilakukan BNN dari Tahun (2019) lalu, di Desa Jongkong Kanan (Joka), Kecamatan Jongkong, Kabupaten Kapuas Hulu, yakni dengan memberi bantuan mesin jahit kepada masyarakat setempat, dengan tujuan agar masyarakat setempat tidak lagi menggantungkan hidupnya dari hasil budidaya tanaman Kratom.

Selanjutnya untuk tahun 2020 ini, BNN akan memberi bantuan pengganti budidaya tanaman Kratom di Desa Kedamin Hilir, Kecamatan Putussibau Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu, yakni dengan tanaman vanilli, ujarnya.

Dikatakan Anton, untuk langkah selanjutnya BNN juga akan masuk ke Desa Jongkong Pasar (Jopa), dengan tujuan yang sama, yakni untuk memberi masyarakat bantuan, dengan modus bantuan tersebut untuk pengganti budidaya tanaman Kratom, agar masyarakat tidak lagi menggantungkan hidupnya dari hasil budidaya tanaman Kratom tersebut.

"Maka kami menilai ini adalah suatu kelicikan BNN dalam mengemas acaranya yang diibaratkan lain judul sampul lain isinya," ungkap Anton.

Hal senada juga disampaikan Ketua KOPRABUH Provinsi Kalimantan Barat, Yosep. Menurut Yosep, hal yang paling pokok, yang dituntut oleh petani Kratom, diantaranya BNN harus melakukan penelitian yang transparan sesuai undang-undang (UU) tentang keterbukaan informasi publik (KIP), dengan menerapkan prinsip akuntabilitas publik dan langsung melakukan penelitian di tempat di mana Kratom sudah puluhan tahun menjadi Komoditas primadona masyarakat dan sudah ratusan tahun dijadikan obat tradisional yang adalah kearifan lokal masyarakat itu sendiri, khususnya di Kapuas Hulu.

Tak hanya itu, petani Kratom juga meminta keseriusan Pemerintah Daerah untuk mendorong penelitian yang komprehensif, bekerjasama dengan pusat-pusat penelitian daerah dan Nasional, bila perlu Internasional serta ikut mendorong pemerintah pusat untuk memperhatikan Komoditas Kratom, khususnya dalam perlindungan hukumnya sehingga masyarakat dapat bekerja dan berusaha dengan tenang.

"Hingga saat ini BNN terus berupaya melakukan pelarangan Komoditas Kratom masuk dalam list narkotika golongan 1 (satu), namun secara dasar ilmiah belum memenuhi syarat dan ketetuan karena penelitian yang direkomendasikan adalah penelitian yang masih review literatur", terangnya.

padahal, BNN adalah sebuah Lembaga Pemerintah non Kementerian, yang mempunyai tugas pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dengan dasar hukum UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, bukan Lembaga pembuat kebijakan dan penentuan golongan terhadap produk apalagi komoditas Kratom, tegas Yosep.

Lebih lanjut Yosep menjelaskan, Kratom merupakan tumbuhan kayu endemik, khususnya di Kalimantan, yang adalah family (Keluarga) kopi-kopian (Rubiaceae) sebagai kearifan lokal oleh masyarakat yang hidup di daerah penyebaran kayu hutan, yang sudah ratusan tahun dijadikan obat tradisional dan digunakan untuk mengobati berbagai macam jenis penyakit sejak ratusan tahun silam, dan hingga saat ini belum pernah ada ditemukan korban yang disebabkan oleh Kratom dalam kasus apapun (berdasarkan rekap laporan kesehatan masyarakat di Kapuas Hulu oleh KOPRABUH Hayati Borneo).

"Kratom ini adalah jenis Kayu hutan asli Indonesia yang salah satu penyumbang karbon terbesar di beberapa area hutan Indonesia, dimana Indonesia adalah negara salah satu paru-paru dunia selain Brazil yang menopang karbon dunia, yang bertanggungjawab atas hutan dan perubahan iklim (Forest and Climate Change) sehingga tentunya patut dijaga dan dilestarikan", katanya.

dalam hal ini, alasan masyarakat menjaga hutan adalah karena kontribusi dalam hal ekonomi masyarakat di sekitar hutan tersebut, terutama kontribusi supaya tidak ada pembakaran atau perusakan hutan karena alasan perut atau pun ekonomi," jelas Yosep.

Lebih lanjut Yosep menegaskan, Kratom juga adalah produk kayu hutan yang mampu mendorong ekonomi masyarakat sekitaran hutan/tanaman Kratom sekaligus membangun swadaya masyarakat dalam menjaga hutan (Sustainability), dimana ketentuan atau dasarnya secara hukum sangat jelas bahwa Kratom itu legal.

"Kenapa Kratom saya katakan legal, pertama, ini berdasarkan PMK Nomor 5 tahun 2020 (tidak masuk dlm list/golongan barang dilarang). Kedua, berdasarkan Permendag Nomor 45 tahun 2019 (tidak masuk dlam list barang dilarang ekspor). Ketiga, berdasarkan KLHK (masuk dalam jenis tanaman kayu untuk reboisasi hutan), khususnya kawasan hutan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan eks tambang, yang termasuk masuk dalam golongan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) berdasarkan Rapat kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama DPR RI, pada 24 Juni 2019 lalu," tegasnya.

Kemudian, kata Yosep, Kratom juga tidak masuk dalam list/golongan UU narkotika Nomor 35 tahun 2009, serta di dalam Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga tidak melarang di Raw material berdasarkan keterangan Kepala BPOM Pontianak, pada (14/3/2019) lalu.

"Yang dilarang itu ketika dikemas dalam bentuk produk jadi (end user) diberi merk dan klaim kesehatan, seperti untuk stamina, menyembuhkan penyakit dan lain-lain," pungkas Yosep.

Oleh sebab itu, Yosep berharap BNN juga jangan melakukan manipulasi terhadap agenda sosialisasi yang dijalankan ke masyarakat, harapnya. (Amrin)
uncak